Kasus DBD di Dunia Terus Meningkat

Admin | Jumat, 18 Januari 2013

Demam berdarah dengue (DBD) menjadi masalahkesehatan global pada dekade terakhir dengan meningkatnya kasus DBD di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan lebih dari 2,5 miliar orang dari dua perlima populasi dunia saat ini berisiko terinfeksi virus dengue. Jumlah negara yang melaporkan kasus DBD dari tahun ke tahun terus bertambah.Tercatat, tahun 2007 ada 68negara yang melaporkan kasus ini. Jumlah tersebut meningkat dari tahun 1999, di mana hanya 29 negara yang melaporkan. Saat ini ebih dari 100 negara di Afrika, Amerika, Mediterania Timur, AsiaTenggara, dan Pasifik Barat merupakan wilayah dengan dampak DBD serius. Perluasan wilayah yang melaporkan kasus DBD juga terjadi di Indonesia. Jumlah kabupaten/ kota yang menjadi endemis dari tahun ke tahun meningkat. Tahun 2006 hanya 200 kabupaten/kota, sedangkan tahun 2007 menjadi 350 kabupaten/ kota dan pada 2010 mencapai 464 kabupaten/kota. Kasus DBD dalam kurun waktu lima tahun pun meningkat. Tahun 2008 tercatat 117.830 kasus dengan 953 kematian (case fatality rafe/CFR 0,81), tahun 2010 tercatat 156.086 kasus dengan 1.358 kematian (CFR 0,87). Di Indonesia sendiri, kasus DBD selalu meningkat pada awal musim hujan dan menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). DBDjuga menimbulkan wabah lima tahunan. "Berbagai program kesehatan telah dilakukan. Misalnya penyelidikan epidemiologi, juru pemantik jentik, fogging, larvasidasi selektif, dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M plus," kata pengamat epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Universitas Indonesia (UI)TriYunis Miko Wahyono dalam disertasinya berjudul "Modeling Intervensi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia" di UI, Depok kemarin. Miko melakukan penelitian dengan membandingkan penggunaan insektisida, larvasida, dan Fogging. Lalu di dapat kesimpulan bahwa penggunaan insektisida memiliki efek besar dalam menekan kasus DBD dibanding/fogging dan larvasida. Menurut Miko, kurang efektifnya fogging karena belum diperhatikannya dosis dalam penyemprotan. Padahal, fogging berfungsi untuk memutus mata rantai penyebab kasus DBD. Selain itu, Fogging yang dilakukan saat ini baru dilakukan setelah ada laporan. "Bukan dilakukan untuk preventif. Efeknya sangat kecil. Fogging hanya dilakukan setelah ada kasus," tukasnya. Dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Ul itu menambahkan, kurang tepatnya wilayah sasaran fogging dan jumlah nyamuk yang berkembang juga dianggap sebagai kurang berhasilnya fogging. "Permasalahannya sekarang adalah penggunaan insektisida itu mahal, sehingga hanya 1,3 % penduduk yang melakukan," tambahnya. Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang Deden Kuswan meminta warga setempat untuk mewaspadai penyebaran DBD. "Pada musim hujan, penyakit DBD rentan menyebar. Karena itu, kita berharap masyarakat untuk mewaspadainya dengan terus menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggalnya," katanya. Sumber: Harian Seputar Indonesia 16 Januari 2013

Tagged :