Jakarta, Pertarungan hidup di zaman sekarang memang berat tak cuma bertarung hidup demi sesuap nasi tapi juga demi hidup sehat. Jangankan di lingkungan yang kotor, di lingkungan yang bersih saja kini kuman makin banyak mengintai.
Dengan jumlah penduduk dunia yang mencapai 7 miliar, lingkungan hidup memang tak lagi bersahabat. Polusi dimanamana, pencemaran air, tanah dan udara yang menggila dan sumber bahan makanan yang banyak pakai pestisida.
Menjaga bayi ibaratnya kini bagai menjaga kristal yang mudah sekali pecah kalau lingkungannya tak sehat. Sebagian orang membekali diri si bayi dengan vaksin agar tak gampang sakit, namun sebagian lagi memilih bertahan tak pakai vaksin. Realistiskah untuk terus menolak vaksin dengan kondisi lingkungan yang makin tak bersahabat kini?
"Saya pikir dalam hal ini faktor lingkungan bukan yang utama. Di lingkungan yang bersih pun penyakit menular tetap bisa muncul, contohnya di Amerika Serikat," kata dokter anak dari RS Cipto Mangunkusumo, Dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) saat dihubungi
detikHealth, Rabu (20/6/2012).
Seperti dicontohkan Dr Piprim, 212.000 kasus
mumps atau gondongan terjadi di Amerika Serikat tahun 1964. Sejak ditemukan vaksin tahun 1967, kasusnya berkurang jadi 266 kasus pada 2006 tetapi muncul lagi pada tahun 2006 dengan jumlah kasus mencapai 5.500 kasus di 15 negara bagian.
Dengan lingkungan yang bersih saja, negara semaju Amerika Serikat masih bisa mengalami lagi Kejadian Luar Biasa (KLB) gondongan. Menurut Dr Piprim, hal ini disebabkan oleh gencarnya gerakan menolak vaksin sebab 1 orang saja tidak divaksin maka penyebaran penyakit akan jadi lebih luas.
Contoh lain seperti yang ditulis Dr Piprim dalam blog pribadinya adalah Kanada.
Higiene dan sanitasi di negara ini sudah bagus sejak 1990, namun masih saja terjadi 52 kasus infeksi meningitis HiB dan mayoritas terjadi pada bayi dan anak yang tidak diimunisasi.
Contoh lain adalah pada 3 negara maju yakni Inggris, Swedia, dan Jepang. Ketiga negara ini menghentikan program imunisasi pertussis karena ketakutan terhadap efek samping. Cakupan Imunisasi di Inggris tahun 1974 menurun drastis dan diikuti dengan terjadinya wabah pertussis pada tahun 1978. Dari 100.000 kasus yang tercatat, 36 kasus berakhir dengan kematian.
Pada kurun waktu yang sama cakupan imunisasi pertussis di Jepang menurun dari 70 persen menjadi 2040 persen. Hal ini menyebabkan lonjakan kasus pertussis dari 393 kasus dengan 0 kematian menjadi 13.000 kasus dengan 41 kematian karena pertussis pada tahun 1979.
Demikian juga di Swedia, terjadi peningkatan kasus dari 700 kasus pada 1981 menjadi 3.200 kasus pada tahun 1985. Pengalaman tersebut jelas membuktikan bahwa tanpa imunisasi bukan saja penyakit tidak akan menghilang namun juga akan hadir kembali saat program imunisasi dihentikan. (
up/ir)
sumber : http://health.detik.com/read/2012/06/20/113134/1945943/775/lingkunganmakintakbersahabatmasihkahbertahanbayitakdivaksin