Menanti Vaksin Flu Burung Buatan Indonesia
Admin | Rabu, 22 Agustus 2012
Setelah kasus flu burung ditemukan pada satu keluarga di Tangerang pada 2005, terus bermunculan korban berjatuhan akibat terserang virus H5N1 itu.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat sebanyak 310 kasus flu burung pada manusia dengan 189 orang di antaranya meninggal dunia. Dan Indonesia pada saat itu membukukan 99 kasus dengan 79 kematian.
Kasus flu burung di Indonesia terbilang cukup besar. Jumlah orang yang tertular virus dari unggas itu terus saja bertambah. Untuk saat itu pengobatan flu burung dengan mengandalkan tamiflu.
Biasanya dokter akan memberikan tamiflu saat muncul gejala mirip flu burung. Sementara untuk membentuk antibodi terhadap virus H5N1 itu belum pernah dilakukan. Pasalnya belum ada vaksin flu burung di Indonesia.
Seiring perjalanan waktu dan beragam pengalaman kasus yang ada di Indonesia, jaringan peneliti di Indonesia mulai bergerak membuat vaksin flu burung. Apalagi antara WHO dengan Indonesia telah terjadi kesepakatan pembagian sampel virus yang adil.
Sehingga sejumlah negara yang memiliki kasus flu burung bisa mengembangkan vaksin lewat sampel virus yang dimiliki. Universitas Airlangga Surabaya pun tergerak mengembangkan vaksin yang bersumber dari virus flu burung di Indonesia.
Melalui Unit Avian Influenzazoonosis Research CenterUniversitas Airlangga (AIRCUNAIR) Surabaya, para periset mulai mengembangkan vaksin flu burung sejak 2004. Dr drh CA Nidom MS, ahli biologi molekuler Universitas Airlangga Surabaya, selaku ketua riset vaksin flu burung menjelaskan AIRCUNAIR sudah ada sejak 2004 berbarengan dengan riset awal flu burung.
Dalam perjalanan waktu, sejak Universitas Airlangga menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN), maka setiap unit di kampus tersebut harus menghasilkan produk unggulan.
"Kami mengembangkan bioproduk yakni pengembangan vaksin influenza, termasuk flu burung, dengan berbagai macam teknologinya. Termasuk pengembangan kit diagnostic yang cepat atau konvensional serta antiviral dari pengobatan herbal," jelas Dr Nidom.
Apalagi pemerintah mendukung keinginan Unair menciptakan vaksin flu burung. Sejak saat itu AIRCUNAIR fokus pada pembuatan vaksin flu burung baik untuk manusia dan hewan.
Nidom kemudian merekrut fresh graduate dari lulusan Fakultas Farmasi, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas MIPA, hingga KomunikasiSosial. Mereka selain mendapat gaji juga beasiswa untuk pendidikan lanjutan. Tim tersebut telah dibiasakan untuk mengutamakan budaya penelitian. Dengan demikian para peneliti ini benarbenar fokus.
Saat ini ada 10 pegawai yang bekerja di laboratorium AIRCUNAIR yang sudah menempuh program S2 dan S3 dengan usia ratarata di bawah 30 tahun. Untuk menciptakan vaksin flu burung, para peneliti harus memilah virus yang ada di lapangan kemudian menyetok caloncalon seed vaksin dalam jumlah banyak.
Dari pengalaman para penderita flu burung yang berhasil sembuh, ternyata kasus di Indonesia merupakan persoalan humananimal interface dan harus dicegah dengan banyak cara.
Untuk mengembangkan vaksin, AIRCUNAIR bekerja sama dengan Institute Medical Science University of Tokyo, Hokkaido University, dan Influenza Research Center University of Wisconsin, Madison, AS.
Virus yang digunakan untuk pengembangan vaksin berasal dari pasien Indonesia, yang terinfeksi flu burung dan meninggal pada 2005. Nadom dan timnnya mengambil virus dari usapan tenggorokan dari enam pasien yang berbeda daerah. Namun hanya virus milik pasien berusia sekitar 2530 tahun dan berjenis kelamin lakilaki bisa tumbuh cukup baik dan dijadikan master seed.
Untuk menyukseskan pembuatan vaksin, dibuatlah konsorsium untuk mendanai riset tersebut. PT Bio Farma (Persero), Kementerian Riset dan Teknologi serta Kementerian Kesehatan ikut terlibat dalam pendanaan riset vaksin flu burung tersebut.
Dengan cara tersebut maka akan dihasilkan risetriset unggulan yang siap diproduksi secara massal. Vaksin flu burung buatan AIRCUNAIR ini menurut Nidom, telah mengikuti sejumlah kaidah atau rekomendasi WHO dengan model split vaccine dan teknologi reverse genetic.
Dari pengujian di tingkat hewan, vaksin ini bisa digunakan untuk anakanak. Rencananya tahun ini Bio Farma akan melakukan uji klinik sebelum diproduksi massal.
Selain vaksin flu burung, AIRCUNAIR juga mengembangkan riset untuk mempelajari transmisi manusiabinatang, termasuk simulasi polapola infeksi virus influenza dan flu burung.
"Yang akhirnya berkolaborasi dan mengakibatkan pandemik. Selain itu ada tim yang mempelajari aspekaspek bioterorisme untuk pencegahan secara dini," ujar Dr Nidom. [mor]
sumber : http://teknologi.inilah.com/read/detail/1896041/menantivaksinfluburungbuatanindonesia
Tagged :