
Pertusis atau batuk rejan
(whooping cough) adalah penyakit saluran pernafasan yang sangat menular yang disebabkan oleh bakteri
Bordetella Pertussis, bakteri yang hidup di mulut, hidung, dan tenggorokan. Banyak anak yang terjangkit pertusis memiliki batuk yang bertahan empat sampai delapan minggu. Penyakit ini membuat seorang anak terbatuk-batuk sangat kuat dan begitu sering hingga sukar menarik napas. Akibatnya, anak dapat mengalami sesak napas hingga mengalami kebiruan, pembuluh darah yang pecah hingga terjadi perdarahan, tulang iga yang patah, hingga hernia. Komplikasi lain dari Pertusis adalah kejang dan Pneumonia. Pada bayi baru lahir, gejala Pertusis bisa berupa henti napas sesaat
(apnea).
Pertusis bukanlah penyakit yang umum ditemui. Biasanya anak-anak tertular dari orang dewasa. Bakteri
Bordetella Pertussis menyebar melalui udara. Bakteri ini masuk dan kemudian menyerang dinding saluran napas penderita dan melepasakan racun. Pembengkakan saluran napas adalah salah satu cara tubuh bereaksi terhadap racun yang dilepaskan bakteri. Saluran napas yang membengkak bisa membuat penderita harus menarik napas dengan kuat melalui mulut karena kesulitan bernapas. Hasil tarikan napas yang kuat inilah yang memunculkan bunyi dengkingan
(whoop) yang panjang. Selain itu, cara lain yang akan dilakukan tubuh saat bakteri menginfeksi dinding saluran napas adalah dengan memproduksi lendir kental, kemudian saluran pernapasan merespon untuk mencoba mengeluarkan lendir kental tersebut dengan batuk.
Sementara pada bayi yang baru lahir, karena bayi tidak memiliki sistem kekebalan tubuh yang sepenuhnya berkembang, maka bayi sangat rentan sekali terhadap infeksi penyakit ini. Untuk melindungi anak terutama bayi dari serangan Pertusis, hal yang bisa dilakukan oleh keluarga adalah dengan mendapatkan vaksinasi Pertusis. Ketika anggota keluarga mendapatkan vaksinasi, mereka ikut membantu membentuk “kepompong” perlindungan penyakit di sekitar bayi. Kepompong ini adalah lingkaran perlindungan yang dibentuk oleh keluarga atau orang sekitar melalui vaksinasi sehingga sang anak terlindungi dari berbagai virus ataupun bakteri. Siapapun yang berada di sekitar bayi diusahakan harus sudah mendapatkan vaksinasi karena bayi memiliki resiko terbesar komplikasi yang mengancam jiwa dari Pertusis (batuk rejan). Strategi “kepompong” ini memberikan perlindungan secara tidak langsung kepada bayi dengan melindungi mereka dari penyakit. Selain anggota keluarga, langkah perlindungan juga bisa dilakukan oleh setiap orang yang berada dekat dan di sekitar bayi dengan cara yang sama yaitu vaksinasi.
Beberapa orang yang terkena flu terkadang tidak menunjukkan gejala apapun, namun mereka mungkin menyebarkan virus itu kepada orang lain. Begitu pula Pertusis, terkadang tampak tidak lebih dari flu biasa, tapi bahaya sebenarnya adalah muncul ketika menyerang bayi. Gejala Pertusis (batuk rejan) biasanya berkembang dalam 5 sampai 10 hari setelah terpapar, namun dibutuhkan waktu hingga 3 minggu dalam beberapa kasus. Dalam hal flu, orang dewasa sehat mungkin bisa menginfeksi orang lain mulai 1 hari sebelum gejala berkembang dan sampai 5 atau 7 hari setelah menjadi sakit. Artinya orang tua tidak bisa selalu menentukan apakah seseorang akan membuat anak mereka sakit hanya dengan mencari gejala penyakit. Bila semua orang sudah mendapatkan vaksinasi, orang tua bisa merasa lebih aman tentang keamanan anak mereka. Oleh sebab itu, strategi “kepompong” lebih dari sekedar tindakan pencegahan.
Sumber: Arifianto. 2014.
Pro Kontra Imunisasi Agar Tak salah Memilih Demi Kesehatan Buah Hati. Jakarta: PT Mizan Publika dan
https://www.cdc.gov/