
Penyakit hati atau liver merupakan salah satu dari 10 penyakit terbesar penyebab kematian di Indonesia. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO tahun 2013, penderita penyakit liver di Indonesia berkisar 28 juta orang. Artinya di dalam setiap 10 orang Indonesia, terdapat lebih dari satu orang penderita penyakit liver.
Sekitar 70 persen dari jumlah tersebut ternyata adalah penderita Hepatitis B, sedangkan 10 juta lainnya merupakan penderita fibrosis hati, dan serta 3 hingga 5 juta lagi terkena sirosis hati. Penyakit ini pun sering dianggap pembunuh diamdiam karena kemungkinan tidak timbulnya gejala.
General Surgeon Gleneagles Hospital Singapore, dr Victor Lee pun, mengakui penyakit ibarat fenomena gunung es. Yang tampak hanya sebagian kecil saja, yaitu sekitar 30 persen. Bahkan menurut catatan Kementerian Kesehatan hanya sekitar 510 persen yang terdeteksi tenaga kesehatan, sedangkan sisanya atau sekitar 70 persen tidak terjamah atau terdeteksi oleh tenaga kesehatan.
Salah satu alasan mengapa penyakit liver dianggap pembunuh diamdiam karena gejala yang timbul akibat penyakit ini sulit dideteksi.
Hasil kajian kami menunjukkan bahwa sekitar 30 persen orang yang menderita penyakit liver tidak menunjukkan gejala. Namun, sekitar 70 persen menunjukan gejala dalam berbagai bentuk, kata Viktor Lee di selasela peluncuran kampanye Operasi Kuning yang diselenggarakan Gleneagles Hospital Singapore, di Jakarta, Rabu (19/8).
Meskipun angka penderita liver di Indonesia sangat tinggi, menurut Lee, pemahaman masyarakat mengenai penyakit ini masih sangat rendah. Akibatnya banyak dari mereka yang tidak mendapatkan penanganan dini secara tepat.
Karenanya, menurut Lee, penting bagi kita untuk dapat mengenali gejala dini penyakit liver sebelum terlambat. Selain itu, deteksi dini terhadap penyakit liver memungkinkan penderita penyakit ini dapat disembuhkan lebih cepat.
Adapun gejala yang paling umum dari kerusakan hati adalah jaundice, di mana mata dan kulit nampak kuning. Jaundice umum terjadi pada penderita penyakit hati karena langsung disebabkan oleh rusaknya fungsi hati.
Jaundice terjadi karena terlalu banyak bilirubin (pigmen warna kuning) dalam darah. Bilirubin terbentuk ketika sel darah merah didaur ulang. Bilirubin dibawa darah ke hati, kemudian masuk ke tubuh melalui saluran pencernaan dan terbuang melalui tinja.
Pada penderita kerusakan hati, bilirubin tidak bisa dipindahkan melalui hati sehingga menumpuk di darah dan tersimpan di kulit dan mata, mengakibatkan warna kuning pada kulit dan mata, kata Lee.
Jaundice tidak terbatas pada warna kuning di kulit saja, yang juga merupakan persoalan tersendiri bagi orang Asia yang berwarna kulit kuning. Penderita jaudice juga mengalami urine berwarna gelap dan tinja berwarna pucat. Hal ini karena bilirubin tidak bisa sampai ke tinja, jadi makin banyak bilirubin yang terbuang melalui urine.
Sumber : http://www.beritasatu.com/