Bayi Tak Jadi Vaksin Gara-gara Orangtua Terkena Cuci Otak?

Admin | Minggu, 24 Juni 2012

'Anakku sehat kok cuma batuk pilek saja setahun sekali, malah yang sering vaksin bayinya sakitsakitan'. 'Tubuh kan sudah bisa membuat kekebalan tubuh sendiri, jadi kenapa harus diracuni dengan bahan kimia seperti vaksin'. 'Vaksin itu tidak halal karena sumbernya dari binatang haram, kenapa harus menentang yang sudah tidak dibolehkan yang Maha Kuasa'. "Saya jadi bingung sebenarnya yang benar yang mana? Saya nggak pengen calon anak saya sakit, saya juga nggak pengen menentang keyakinan saya," kata Tia (32 tahun) yang sedang hamil besar menanti anak pertamanya dalam perbincangannya dengan detikHealth. Meski sudah dikatakan dokter vaksin untuk bayi itu aman dan sudah melalui proses pencucian agar halal, namun Tia masih belum percaya. Ketidakpercayaaan itu menurutnya karena lingkungannya seharihari memang tidak mendukung vaksin bayi. "Anakanak teman dan saudara saya memang ada yang tidak divaksin dan sehatsehat saja. Bayinya cukup diberi ASI, madu dan makanan yang sehat. Kalau melihat contohnya seperti ini saya jadi berpikir memang untuk apa bayi divaksin," ungkap wanita yang bekerja di perusahaan IT ini. Tia mengakui, dirinya memang lebih percaya omongan orang dari mulut ke mulut ketimbang jurnaljurnal ilmiah. 'Tiatia' yang lain bisa jadi jumlahnya cukup banyak dan umumnya mereka berasal dari kalangan yang melek ilmu dan pengakses informasi yang baik. Di kalangan dokter anak, orangtua yang tibatiba batal memvaksin anaknya bukan cuma terjadi sesekali saja. Dokter anak dari RSAB Harapan Kita yang juga berpraktik di RS Bunda Menteng, dr Rifan Fauzie, SpA mengaku sudah beberapa kali menjumpai kasus semacam ini. "Ada yang sama sekali nggak mau, ada juga yang awalnya mau tapi setelah dapat informasi jadi mundur dan tidak mau divaksin lagi. Kami berusaha memberikan informasi yang benar, ada yang berhasil mau divaksin tapi ada juga yang tidak," tutur dr Rifan saat dihubungi detikHealth, Rabu (20/6/2012). Alasan para orangtua batal memvaksin anaknya menurut dr Rifan antara lain karena vaksin dianggap sebagai zat kimia beracun yang bisa memicu efek samping berbahaya. Padalah yang namanya obat, sifatnya bisa menjadi racun atau bisa juga bermanfaat tergantung dosisnya tepat atau tidak. Hal yang sama juga dialami dr. R. Yuli Kristyanto yang bertugas di Puskesmas Godean Yogyakarta. dr. Yuli pernah menjumpai seorang pasien yang mengeluhkan tentang bahaya vaksinasi sambil membawa sebuah artikel yang memberikan informasi tentang hal itu. Namun sejauh ini dr. Yuli bisa meluruskan berbagai klaim tentang kasus bahaya imunisasi yang dimaksudkan oleh pasien serta memberikan pemahaman yang benar tentang imunisasi itu sendiri. Sementara itu, Dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) dari RS Cipto Mangunkusumo menekankan pada maraknya informasi yang menyesatkan seputar vaksin. Menurutnya, di internet banyak artikelartikel tentang bahaya vaksin yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. "Itu kita disebut pseudoscience. Dibuat seolaholah ilmiah, tetapi kalau dicermati kadangkadang tokohnya fiktif. Kalaupun ada kutipan, bukan dari ahli yang memang kompeten. Kadang cuma tulisan wartawan, ahli statistik dan bukan ahli imunologi," kata Dr Piprim. Ada juga kutipan yang memang diambil dari seorang dokter ahli, namun isinya adalah ilmu kuno yang pada zaman sekarang sudah dianggap kadaluarsa. Teorinya mungkin cocok untuk 3040 tahun yang lalu, namun kondisi saat ini sudah jauh berbeda sehingga tidak relevan untuk dibahas. Bagi orang awam, informasi yang dikemas dengan datadata menyesatkan itu bisa memicu kegalauan. Bagaimana tidak, paparan serta istilahistilah teknis yang digunakan begitu meyakinkan seolaholah benar sehingga ibuibu jadi bingung menentukan mana yang bisa dipercaya. (up/ir) sumber : http://health.detik.com/read/2012/06/20/095846/1945809/775/bayitakjadivaksingaragaraorangtuaterkenacuciotak?d8833health

Tagged :