Imunisasi Belum Sukses, Banyak Masyarakat Khawatirkan Keamanan Vaksin

Admin | Senin, 11 Mei 2015

Imunisasi Yogyakarta, Kesadaran untuk imunisasi dinilai tidak begitu memuaskan di Indonesia. Salah satu isu yang diduga mendasari hal ini adalah keraguan masyarakat pada keamanan vaksin yang digunakan. Padahal menurut pakar tumbuh kembang anak, Dr dr Soedjatmiko, SpA(K), imunisasi tak hanya digelar di negara berkembang, tetapi juga di negara maju. "Ada 194 negara yang melakukan imunisasi, bahkan negara konflik sekalipun. Dan cakupannya ratarata 8598 persen," kata dokter yang akrab disapa dr Miko ini. Hal ini ia sampaikan dalam School of Vaccine for Journalist yang mengambil tema Vaksin dan Bioteknologi untuk Masa Depan yang Lebih Baik di East Parc Hotel, seperti ditulis pada Sabtu (9/5/2015). Ia kemudian memaparkan bahwa imunisasi telah dilakukan sejak tahun 1798, ketika ilmuwan menemukan vaksin pertama yang digunakan manusia, yaitu cacar. Bila memang imunisasi berbahaya, tentu sejak ditemukannya vaksin tersebut, banyak penyakit kronis yang muncul atau terjadi wabah yang mematikan banyak orang. Kenyataannya, ini tidak terjadi. Dokter yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Satgas Imunisasi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu mengambil contoh kasus cacar. Cacar sempat menjadi wabah penyakit paling mematikan di seluruh Eropa, namun ini terjadi pada abad ke16 hingga 19 saja. Bahkan WHO telah menyatakan jenis cacar yang satu itu telah musnah dari muka bumi. Sedangkan cacar air yang ada sekarang sudah berbeda. Beberapa penyakit yang terbukti dapat dicegah dengan imunisasi antara lain polio, difteri, campak, tetanus, pertussis (batuk terusmenerus), dan hepatitis B. Lantas bagaimana dengan kandungan lemak maupun tripsin babi yang diduga terkandung dalam vaksin? "Dalam vaksin itu tidak terkandung lemak babi. 1520 taun lalu, proses penyemaian induk bibit vaksin tertentu bersinggungan dengan tripsin pankreas babi," jelasnya. Sebagai produsen utama vaksin di Indonesia, sebelumnya PT Bio Farma sudah pernah menjelaskan bahwa pada akhirnya induk bibit vaksin tersebut kemudian dicuci dengan ultrafilterisasi ratusan kali dan tripsinnya dibuang, sehingga pada produk finalnya tidak ditemukan unsur tripsin sama sekali. "Kalau ada yang bilang ini konspirasi Barat untuk menjatuhkan Islam juga tidak benar, karena nyatanya Arab Saudi pun mewajibkan masyarakatnya untuk imunisasi. Kita kan kalau mau ke Arab Saudi juga harus diimunisasi kan, dan MUI tidak pernah melarang imunisasi atau penggunaan vaksin," lanjut dr Miko.Dari berbagai riset yang dilakukan di Amerika, dr Miko memaparkan imunisasi tidak hanya mencegah infeksi tertentu tapi juga meningkatkan kesehatan anak secara umum, serta menurunkan kematian anak secara drastis. Dokter Ingatkan Ancaman Wabah Penyakit Bila Anak Tak Diimunisasi Yogyakarta, Kematian bayi dan balita di Indonesia tergolong masih tinggi meski pemerintah telah memberikan imunisasi secara cumacuma. Ketidakpahaman dan ketidakpedulian masyarakat terhadap pentingnya imunisasi nyatanya masih sangat tinggi. Pakar tumbuh kembang anak, Dr dr Soedjatmiko, SpA(K), MSi mengungkapkan bahwa di Indonesia 1 bayi (usia 012 bulan) meninggal tiap 35 menit dan 1 balita (060 bulan) meninggal tiap 12 menit. Padahal tiap tahun, ada sekitar 4,6 juta5,5 juta kelahiran. "Salah satu penyebabnya adalah orangorang yang nggak peduli pada imunisasi," tegasnya dalam School of Vaccine for Journalist dengan tema Vaksin dan Bioteknologi untuk Masa Depan yang Lebih Baik di East Parc Hotel, Jumat (8/5/2015) Padahal dr Miko memastikan bila cakupan imunisasi di suatu daerah rendah, ada kemungkinan besar akan terjadi wabah, tak peduli di negara maju sekalipun. Dan hal ini sudah terbukti dengan adanya tiga wabah penyakit besar yang pernah menyerang anakanak Indonesia. "Dalam kurun 20052006, ada wabah polio di Sukabumi, sebagian di Madura juga, dengan total (korban) hampir 351 anak, dan 305 kasus yang lumpuh permanen," paparnya. Kedua, difteri di Jawa Timur (20092011). dr Miko mencatat anak yang dirawat akibat serangan difteri mencapai 1.200 lebih dan yang meninggal ada 120 anak. Kemudian ada juga campak di Jawa Tengah dan Jawa Barat (20092011). Korbannya mencapai 5.000 anak, dan 16 di antaranya meninggal. "Setelah dicek, ternyata 30 persen dari mereka tidak mendapatkan imunisasi sama sekali dan 40 persen lainnya mendapatkan imunisasi namun tidak lengkap," ungkap dr Miko. Untuk itu diperlukan upaya pencegahan. Hanya saja menurut dokter yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Satgas Imunisasi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tersebut, pemberian ASI, perbaikan gizi maupun menjaga sanitasi saja tidak cukup. Upayaupaya itu tetap harus dibarengi dengan tindakan imunisasi."ASI dan perbaikan gizi memang memperkuat kekebalan tapi ibarat rumah, ASI itu hanya pagar saja sedangkan imunisasi itu kunci kamar atau brankas. Kalaupun pagernya bisa dibobol kalau brankasnya nggak bisa dibuka, maling tidak bisa ngambil," terangnya. Imunisasi juga telah terbukti dapat memberi perlindungan pada anak sebesar 8595 persen. Selain itu, imunisasi dapat melawan kuman penyebab penyakit secara spesifik, dan lebih efektif membunuhnya. "Tapi bukan berarti anak yang sudah diimunisasi tidak akan kena campak lagi, tapi jauh lebih ringan. Yang tidak diimunisasi bakal panas dingin diare sampai dirawat di rumah sakit," imbuhnya. Ditemui dalam kesempatan terpisah, ahli madya marketing PT Bio Farma, dr Mahsun Muhammadi, MKK mengatakan bila anak tidak diimunisasi sesuai jadwal atau terlambat, maka harus sesegera mungkin dikejar keterlambatannya. "Sebaiknya sih tepat waktu, tapi kalau terlambat sih gapapa, mending daripada tidak sama sekali," tuturnya.

Tagged :