Inilah 20 Mitos Tidak Benar Yang Disebarkan Kampanye Hitam Anti Imunisasi

Admin | Rabu, 4 Juli 2012

Imunisasi adalah investasi terbesar bagi anak di masa depan. Imunisasi adalah hak anak yang tidak bisa ditunda dan diabaikan sedikitpun. Imunisasi sudah terbukti manfaat dan efektifitasnya dan teruji keamanannya secara ilmiah dengan berdasarkan kejadian berbasis bukti. Tetapi masih banyak saja orangtua dan kelompok orang yang menyangsikannya. Setiap tahun ada sekitar 2,4 juta anak usia kurang dari 5 tahun di dunia yang meninggal karena penyakitpenyakit yang dapat dicegah oleh vaksinasi. Di Indonesia, sekitar 7 persen anak belum mendapatkan vaksinasi. Salah satu masalah utama yang menghambat keberhasilan program imunisasi adalah penyebaran informasi yang tidak benar dan menyesatkan tentang imunisasi. Hal itu adalah wajar terjadi karena banyak informasi yang beredar yang tidak berdasarkan pemikiran dan dasar ilmiah meski dilakukan oleh seorang dokter. Hambatan lain adalah munculnya kelompokkelompok antivaksinasi yang menyebabkan kampanye hitam dengan membawa faktor agama dan budaya. Biasanya kelompok tertentu yang menyebarkan kampanye hitam imunisasi demi kepentingan pribadi khususnya dalam kepentingan bisnis terselubung yang mereka lakukan. Sebagian kelompok ini adalah yang berdiri dibelakang oknum pelaku naturopathy, food combining, homeopathy atau bisnis terapi herbal. Berikut adalah 20 mitos tidak benar yang disebarkan Kampanye Hitam Anti Imunisasi :
  • Imunisasi Tidak Aman, Tidak benar.
Saat ini 194 negara terus melakukan vaksinasi untuk bayi dan balita. Badan resmi yang meneliti dan mengawasi vaksin di negara tersebut umumnya terdiri atas para dokter ahli penyakit infeksi, imunologi, mikrobiologi, farmakologi, epidemiologi, dan biostatistika. Sampai saat ini tidak ada negara yang melarang vaksinasi, justru semua negara berusaha meningkatkan cakupan imunisasi lebih dari 90% .
  • Terdapatilmuwan menyatakan bahwa imunisasi berbahaya, Tidak benar.
Ilmuwan yang sering dikutip di buku, tabloid, milis ternyata bukan ahli vaksin, melainkan ahli statistik, psikolog, homeopati, bakteriologi, sarjana hukum, wartawan. sehingga mereka tidak mengerti betul tentang vaksin. Sebagian besar mereka bekerja pada era tahun 1950 1960, sehingga sumber datanya juga sangat kuno.
  • Ilmuwan kuno yang sering dikutip informasi di media masa atau media elektronik lainnya adalah ahli vaksin, Tidak benar.
Mereka bukan Ahli vaksin. Contoh : Dr Bernard Greenberg (biostatistika tahun 1950), DR. Bernard Rimland (Psikolog), Dr. William Hay (kolumnis), Dr. Richard Moskowitz (homeopatik), dr. Harris Coulter, PhD (penulis buku homeopatik, kanker), Neil Z. Miller, (psikolog, jurnalis), WB Clark (awal tahun 1950), Bernice Eddy (Bakteriologis tahun 1954), Robert F. Kenedy Jr (sarjana hukum) Dr. WB Clarke (ahli kanker, 1950an), Dr. Bernard Greenberg (19571959).
  • Dokter Wakefield adalah ahli vaksin, membuktikan MMR menyebabkan Autism, Tidak benar.
Wakefield juga bukan ahli vaksin, dia dokter spesialis bedah. Penelitian Wakefield tahun 1998 hanya dengan sample 18. Banyak penelitian lain oleh ahli vaksin di beberapa negara menyimpulkan MMR tidak terbukti mengakibatkan autis. Setelah diaudit oleh tim ahli penelitian, terbukti bahwa Wakefield memalsukan data, sehingga kesimpulannya salah. Hal ini telah diumumkan di majalah resmi kedokteran Inggris British Medical Journal Februari 2011.
  • Imunisasi Menyebabkan Autism. Tidak benar.
Beberapa institusi atau badan dunia di bidang kesehatan yang independen dan sudah diakui kredibilitasnya juga melakukan kajian ilmiah dan penelitian tentang tidak adanya hubungan imunisasi dan autisme. Dari hasil kajian tersebut, dikeluarkan rekomendasi untuk tenaga profesional untuk tetap menggunakan imunisasi MMR dan Thimerosal karena tidak terbukti mengakibatkan Autisme. The All Party Parliamentary Group on Primary Care and Public Health pada bulan Agustus 2000, menegaskan bahwa MMR aman. Dengan memperhatikan hubungan yang tidak terbukti antara beberapa kondisi seperti inflammatory bowel disease (gangguan pencernaan) dan autisme adalah tidak berdasar. WHO (World Health Organisation), pada bulan Januari 2001 menyatakan mendukung sepenuhnya penggunaan imunisasi MMR dengan didasarkan kajian tentang keamanan dan efikasinya. Beberapa institusi dan organisasi kesehatan bergengsi di Inggris termasuk the British Medical Association, Royal College of General Practitioners, Royal College of Nursing, Faculty of Public Health Medicine, United Kingdom Public Health Association, Royal College of Midwives, Community Practitioners and Health Visitors Association, Unison, Sense, Royal Pharmaceutical Society, Public Health Laboratory Service and Medicines Control Agency pada bulan januari tahun 2001 setelah mengadakan pertemuan dengan pemerintahan Inggris mengeluarkan pernyataan bersama yaitu MMR adalah vaksin yang sangat efektif dengan laporan keamanan yang sangat baik. Secara ilmiah sangat aman dan sangat efektif untuk melindungi anak dari penyakit. Sangat direkomendasikan untuk memberikan MMR terhadap anak karena tidak akan meimbulkan resiko. The Committee on Safety of Medicine (Komite Keamanan Obat) pada bulan Maret 2001, menyatakan bahwa kesimpulan dr Wakefield tentang vaksin MMR terlalu premature. Tidak terdapat sesuatu yang mengkawatirkan. The Scottish Parliament´?¢s Health and Community Care Committee, juga menyatakan pendapat tentang kontroversi yang terjadi, yaitu berdasarkan pengalaman klinis berbasis bukti. Tidak terdapat hubungan secara ilimiah antara MMR dan Autisme atau Crohn disease. Komite tersebut tidak merekomendasikan perubahan program imunisasi yang telah ditetapkan sebelumnya bahwa MMR tetap harus diberikan. The Irish ParliamentÔÇÖs Joint Committee on Health and Children pada bulan September 2001, melakukan review terhadap beberapa penelitian termasuk presentasi Dr Wakefield yang mengungkapkan AUTISM berhungan dengan MMR. Ia menyimpulkan tidak ada hubungan antara MMR dan Autisme. Tidak terdapat pengalaman klinis lainnya yang membuktikan bahan lain di dalam MMR yang lebih aman dibandingkan kombinasi imunisasi MMR. The American Academy of Pediatrics (AAP), organisasi profesi dokter anak di Amerika Serikat pada tanggal 12 13 Juni 2000 mengadakan konferensi dengan topik New Challenges in Childhood Immunizations di Oak Brook, Illinois Amerika Serikat yang dihadiri para orang tua penderita autisme, pakar imunisasi kesehatan anak dan para peneliti. Pertemuan tersebut merekomendasikan bahwa tidak terdapat hubungan antara MMR dan Autisme. Menyatakan bahwa pemberian imunisasi secara terpisah tidak lebih baik dibandingkan MMR, malahan terjadi keterlambatan imunisasi MMR. Selanjutnya akan dilakukan penelitian lebih jauh tentang penyebab Autisme.
  • Thimerosal dalam kandungan autism sebagai penyebab Autism. Tidak benar.
Penelitian yang mengungkapkan bahwa Thimerosal tidak mengakibatkan Autis dilakukan oleh berbagai peneliti, diantaranya oleh Kreesten M. Madsen dkk dari berbagai intitusi di Denmark. Seperti Danish Epidemiology Science Centre, Department of Epidemiology and Social Medicine, University of Aarhus, Denmark Institute for Basic Psychiatric Research, Department of Psychiatric Demography, Psychiatric Hospital in Aarhus, Risskov, National Centre for RegisterBased Research, University of Aarhus, Aarhus,Denmark, State Serum Institute, Department of Medicine, Copenhagen, Denmark. Penelitian dilakukan bersama terhadap anak usia 2 hingga 10 tahun sejak tahun 1970 hingga tahun 2000. Mengamati 956 anak sejak tahun 1971 hingga 2000 anak dengan autis. Sejak Thimerosal digunakan hingga tahun 1990 tidak didapatkan kenaikkan penderita auitis secara bermakna. Kemudian sejak tahun 1991 hingga tahun 2000 bersamaan dengan tidak digunakannya Thimerosal pada vaksin ternyata jumlah penderita Autis malah meningkat drastis. Kesimpulan penelitian tersebut adalah tidak ada hubungan antara pemberian Thimerazol dengan Autis. Melalui forum National Academic Press tahun 2001, Stratton K dkk melaporkan tentang keamanan Thimerosal pada vaksin dan tidak berpengaruh terhadap gangguan gangguan neurodevelopment (gangguan perkembangan karena persarafan). Sedangkan Hviid A dkk dalam laporan di majalah JAMA 2004 mengungkapkan penelitian terhadap 2 986 654 anak pertahun didapatkan 440 kasus autis. Dilakukan pengamatan pada kelompok anak yang menerima Thimerosal dan tidak menerima Thimerosal. Ternyata tidak didapatkan perbedaan bermakna. Disimpulkan bahwa pemberian Thimerosal tidak berhubungan dengan terjadinya autis. Menurut penelitian Eto, manifestasi klinis autis sangat berbeda dengan keracunan merkuri. Sedangkan Aschner, dalam penelitiannya menyimpulkan tidak terdapat peningkatan kadar merkuri dalam rambut, urin dan darah anak Autis. Pichichero melakukan penelitian terhadap 40 bayi usia 26 bulan yang diberi vaksin yang mengandung Thimerosal dan dibandingkan pada kelompok kontrol tanpa diberi Thimerosal. Setelah itu dilakukan evaluasi kadar Thimerosal dalam tinja dan darah bayi tersebut. Ternyata Thimerosal tidak meningkatkan kadar merkuri dalam darah, karena etilmerkuri akan cepat dieliminasi dari darah melalui tinja. Selain itu masih banyak lagi peneliti melaporkan hasil yang sama, yaitu Thimerosal tidak mengakibatkan Autis.
  • Semua vaksin terdapat zatzat berbahaya yang dapat merusak otak ? Tidak benar.
Isu itu karena ilmuwan tersebut tidak mengerti isi vaksin, manfaat, dan batas keamanan zatzat di dalam vaksin. Contoh: jumlah total etil merkuri yang masuk ke tubuh bayi melalui vaksin sekitar 2 mcg/kgbb/minggu, sedangkan batas aman menurut WHO adalah jauh lebih banyak (159 mcg/kgbb/minggu). Oleh karena itu vaksin mengandung merkuri dengan dosis yang sangat rendah dan dinyatakan aman oleh WHO dan badanbadan pengawasan lainnya.
  • Vaksin terbuat dari nanah, dibiakkan di janin anjing, babi,dan manusia yang sengaja digugurkan? Tidak benar.
Isu itu bersumber dari ilmuwan 50 tahun lalu (tahun 19611962).Pengetahuan imunologi, biomolekuilar vaksin dan teknologi pembuatan vaksin berkembang sangat pesat. Sekarang tidak ada vaksin yang terbuat dari nanah atau dibiakkan embrio anjing, babi, atau manusia. Metode baru dan teknologi paling modern dari manipulasi biomolekuler telahdiyakini teknologi vaksin baru sekarang memasuki zaman keemasan. Perbaikan vaksin sangat mungkin dilakukan di masa depan
  • Imunisasi tidak masuk akal bermanfaat. Tidak benar
Pendapat yang menyesatkan yang tidak berdasarkan kajian ilmiah dan penelitian ilmiah dikeluarkan oleh Dr. William Hay seorang dokter yang bergerak dibidang food combaining, dalam buku Immunisation: The Reality behind the Myth Tak masuk akal memikirkan bahwa Anda bisa menyuntikkan nanah ke dalam tubuh anak kecil dan dengan proses tertentu akan meningkatkan kesehatan. Tubuh punya cara pertahanan tersendiri yang tergantung pada vitalitas saat itu. Jika dalam kondisi fit, tubuh akan mampu melawan semua infeksi, dan jika kondisinya sedang menurun, tidak akan mampu. Dan Anda tidak dapat mengubah kebugaran tubuh menjadi lebih baik dengan memasukkan racun apapun juga ke dalamnya. Padahal sampai saat ini 194 negara di seluruh dunia yakin bahwa imunisasi aman dan bermanfaat mencegah wabah, sakit berat, cacat, dan kematian pada bayi dan balita. Terbukti 194 negara tersebut terus menerus melaksanakan program imunisasi, termasuk negara dengan sosial ekonomi tinggi dan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dengan cakupan umumnya lebih dari 85 %. Ribuan penelitian tentang efikasi dan manfaat vaksi secara biomolekular dan secara statistik bermanfaat secara bermakna. untuk mendapatkan keamanan dan efektifitas vaksin lebih hebat lagi.
  • Vaksin mengandung lemak babi ? Tidak benar.
Hanya sebagian kecil dari vaksin yang pernah bersinggungan dengan Tripsin pada proses pengembangan maupun pembuatannya seperti Vaksin Polio Injeksi (IPV)dan Meningitis. Pada Vaksin Meningitis, pada proses penyemaian induk bibit vaksin tertentu sekitar 15 20 tahun lalu, ketika panen bibit vaksin tersebut bersinggungan dengan tripsin pankreas babi untuk melepaskan induk vaksin dari persemaiannya. Tetapi kemudian induk bibit vaksin tersebut dicuci dan dibersihkan total, sehingga pada vaksin yang disuntikkan tidak mengandung tripsin babi. Atas dasar itu maka Majelis Ulama Indonesia berpendapat vaksin itu boleh dipakai, selama belum ada penggantinya. Contohnya vaksin meningokokus (meningitis) haji diwajibkan oleh Saudi Arabia bagi semua jemaah haji untuk mencegah radang otak karena meningokokus.
  • Vaksin yang dipakai di Indonesia buatan Amerika ? Tidak benar.
Vaksin yang digunakan oleh program imunisasi di Indonesia adalah buatan PT Bio Farma Bandung, yang merupakan BUMN, dengan 98,6% karyawannya adalah Muslim. Proses penelitian dan pembuatannya mendapat pengawasan ketat dari ahliahli vaksin di BPOM dan WHO. Vaksinvaksin tersebut juga diekspor ke 120 negara, termasuk 36 negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam, seperti Iran dan Mesir.Vaksin yang digunakan oleh program imunisasi di Indonesia adalah buatan PT Biofarma Bandung. Vaksinvaksin tersebut dibeli dan dipakai oleh 120 negara, termasuk 36 negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam.
  • Program imunisasi hanya di negara Muslim dan miskin agar menjadi bangsa yang lemah? Tidak benar.
Imunisasi saat ini dilakukan di 194 negara, termasuk negaranegara maju dengan status sosial ekonomi tinggi, dan negaranegara nonMuslim. Kalau imunisasi bisa melemahkan bangsa, maka mereka juga akan lemah, karena mereka juga melakukan program imunisasi, bahkan lebih dulu dengan jenis vaksin lebih banyak. Kenyataannya : bangsa dengan cakupan imunisasi lebih tinggi justru lebih kuat. Jadi terbukti bahwa imunisasi justru memperkuat kekebalan terhadap penyakit infeksi, bukan melemahkan.
  • DiAmerika banyak kematian bayi akibat vaksin ? Tidak benar.
Isu itu karena penulis tidak faham data Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS) FDA Amerika tahun 19911994, yang mencatat 38.787 laporan kejadian ikutan pasca imunisasi. Oleh penulis angka tersebut ditafsirkan sebagai angka kematian bayi 1 3 bulan. Kalau memang benar angka kematian begitu tinggi tentu FDA AS akan heboh dan menghentikan vaksinasi. Faktanya Amerika tidak pernah meghentikan vaksinasi bahkan mempertahankan cakupan semua imunisasi di atas 90 %. Angka tersebut adalah semua keluhan nyeri, gatal, merah, bengkak di bekas suntikan, demam, pusing, muntah yang memang rutin harus dicatat kalau ada laporan masuk. Kalau ada 38.787 laporan dari 4,5 juta bayi berarti KIPI hanya 0,9 %.
  • Banyak bayi balita meninggal pada imunisasi masal campak di Indonesia ? Tidak benar.
Setiap laporan kecurigaan adanya Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) selalu dikaji oleh Komnas/Komda KIPI yang terdiri dari pakarpakar penyakit infeksi, imunisasi, imunologi. Setelah dianalisis dari keterangan keluarga, dokter yang merawat di rumah sakit, hasil pemeriksaan fisik, dan laboratorium, ternyata balita tersebut meninggal karena radang otak, bukan karena vaksin campak. Pada bulan itu ada beberapa balita yang tidak imunisasi campak juga menderita radang otak. Berarti kematian balita tersebut bukan karena imunisasi campak, tetapi karena radang otak.
  • Demam, bengkak, merah setelah imunisasi adalah bukti vaksin berbahaya? Tidak benar.
Demam, merah, bengkak, gatal di bekas suntikan adalah reaksi wajar setelah vaksin masuk ke dalam tubuh. Seperti rasa pedas dan berkeringat setelah makan sambal adalah reaksi normal tubuh kita. Umumnya keluhan tersebut akan hilang dalam beberapa hari. Boleh diberi obat penurun panas, dikompres. Bila perlu bisa konsul ke petugas kesehatan terdekat.
  • Program imunisasi gagal? Tidak benar.
Isuisu tersebut bersumber dari data yang sangat kuno (50 150 tahun lalu) hanya dari 1 2 negara saja, sehingga hasilnya sangat berbeda dengan hasil penelitian terbaru, karena vaksinnya juga sangat berbeda. Isu vaksin cacar variola gagal, berdasarkan data di Inggris tahun 1867 1880 dan Jepang tahun 18721892. Fakta terbaru adalah bahwa dengan adanya imunisasi cacar di seluruh dunia sejak tahun 1980, dunia bebas cacar variola. Isu vaksin difteri gagal, berdasarkan data di Jerman tahun 1939. Fakta sekarang: vaksin difteri dipakai di seluruh dunia dan mampu menurunkan kasus difteri hingga 95 %. Isu pertusis gagal hanya dari data di Kansas dan Nova Scottia tahun 1986. Isu vaksin campak berbahaya hanya berdasar penelitian 19891991 pada anak miskin berkulit hitam di Meksiko, Haiti dan Afrika
  • Program imunisasi gagal, karena setelah diimunisasi bayi balita masih bisa tertular penyakit tersebut ? Tidak benar
Program imunisasi di seluruh dunia tidak pernah gagal. Perlindungan vaksin memang tidak 100%. Bayi dan balita yang telah diimunisasi masih bisa tertular penyakit, tetapi jauh lebih ringan dan tidak berbahaya. Bayi balita yang belum diimunisasi lengkap bila tertular penyakit tersebut bisa sakit berat, cacat atau meninggal.
  • Vaksin berbahaya, tidak effektif, tidak dilakukan di negara maju ? Tidak benar
Karena di Indonesia ada orangorang yang tidak mengerti tentang vaksin dan imunisasi, hanya mengutip dari ilmuwan tahun 1950 1960 yang ternyata bukan ahli vaksin, atau berdasar datadata 30 40 tahun lalu (1970 1980an) atau hanya dari 1 sumber yang tidak kuat. Atau dia mengutip Wakefield spesialis bedah, bukan ahli vaksin, yang penelitiannya dibantah oleh banyak tim peneliti lain, dan oleh majalah resmi kedokteran Inggris British Medical Journal Februari 2011 penelitian Wakefield dinyatakan salah atau bohong. Ia hanya berdasar kepada 1 2 laporan kasus yang tidak diteliti lebih lanjut secara ilmiah, hanya berdasar logika biasa. Badan penelitian di berbagai negara membuktikan bahwa dengan meningkatkan cakupan imunisasi, maka penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi berkurang secara bermakna. Oleh karena itu saat ini program imunisasi dilakukan terus menerus di 194 negara, termasuk negara dengan sosial ekonomi tinggi dan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Semua negara berusaha meningkatkan cakupan agar lebih dari 90 %. Di Indonesia, setelah wabah polio 20052006 karena banyak bayi yang tidak diimunisasi polio, menyebabkan 305 anak lumpuh permanen. Setelah digencarkan imunisasi polio, sampai saat ini tidak ada lagi kasus polio baru. Badan penelitian di berbagai negara membuktikan kalau semakin banyak bayi balita tidak diimunisasi akan terjadi wabah, sakit berat, cacat atau mati. Hal ini telah terbukti di Indonesia, di mana wabah polio merebak pada tahun 20052006 (305 anak lumpuh permanen), wabah campak 2009 2010 (5.818 anak dirawat di RS, meninggal 16), dan wabah difteri 20102011 (816 anak di rawat di RS, 56 meninggal).
  • ASI, gizi, dan suplemen herbal sudah cukup menggantikan imunisasi, Tidak benar.
Tidak ada satupun badan penelitian di dunia yang menyatakan bisa, karena kekebalan yang dibentuk sangatlah berbeda. ASI, gizi, suplemen herbal, kebersihan, hanya memperkuat pertahanan tubuh secara umum, karena tidak membentuk kekebalan spesifik terhadap kuman tertentu. Kalau jumlah kuman banyak dan ganas, perlindungan umum tidak mampu melindungi bayi, sehingga masih bisa sakit berat, cacat atau bahkan mati. Imunisasi merangsang pembentukan antibodi dan kekebalan seluler yang spesifik terhadap kumankuman atau racun kuman tertentu, sehingga bekerja lebih cepat, efektif, dan efisien untuk mencegah penularan penyakit yang berbahaya. Selain diberi imunisasi, bayi harus diberi ASI eksklusif, makanan pendamping ASI dengan gizi lengkap dan seimbang, kebersihan badan, makanan, minuman, pakaian, mainan, dan lingkungan. Suplemen diberikan sesuai kebutuhan individual yang bervariasi. Selain itu bayi harus diberikan kasih sayang dan stimulasi bermain untuk mengembangkan kecerdasan, kreatifitas dan perilaku yang baik.
  • Imunisasi dan Konspirasi Zionisme di dalamnya. Tidak benar
Jika dirunut sejarah vaksin modern yang dilakukan oleh Flexner Brothers, dapat ditemukan bahwa kegiatan mereka dalam penelitian tentang vaksinasi pada manusia didanai oleh Keluarga Rockefeller. Di dunia internasional banyak yayasan sosial yang mendanai penelitian ilmiah tentang vaksin dan masalah kesehatan masyarakatlainnya. Memang Rockefeller sendiri adalah salah satu keluarga Yahudi yang paling berpengaruh di dunia tetapi sebenarnya mereka adalah pendiri WHO dan lembaga strategis lainnya (The UNÔÇÖs WHO was established by the Rockefeller familyÔÇÖs foundation in 1948 the year after the same Rockefeller cohort established the CIA. Two years later the Rockefeller Foundation established the U.S. GovernmentÔÇÖs National Science Foundation, the National Institute of Health (NIH), and earlier, the nationÔÇÖs Public Health Service (PHS). Yayasan Rockefeller yang berdiri sejak tahun 1913 dan kredibilitasnya telah diakui dunia kesehatan Internasional yang berupaya meningkatkan kesehatan global dengan bekerja untuk mengubah sistem kesehatan sehingga lebih mudah diakses dan terjangkau masyarakat tidak mampu, menghubungkan jaringan surveilans penyakit global untuk membantu mereka yang berjuang meminimalkan penyebaran penyakit menular yang dapat menyebabkan pandemic, monitoring, deteksi dan respon terhadap penyakit menular seperti Ebola, SARS, dan flu burung untuk mencegah pandemic, Memperluas penggunaan teknologi untuk meningkatkan perawatan kesehatan, dan melibatkan sektor swasta untuk bekerja dengan sektor publik dalam mengembangkan praktik dan kebijakan untuk menyediakan dan mendanai pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Sumber : childrengrowup.wordpress.com

Tagged :