Tak Henti Melacak Virus Ganas
Admin | Jumat, 15 Agustus 2014
Penyakit akan terus beradaptasi,berkembang dan berevolusi merespon dinamika alam dan aktivitas manusia.Globalisasi yang memungkinkan pergerakan orang dan barang lintas Negara dengan cepat akan memungkinkan penyebaran penyakit kian luas.Maka,kondisi kesehatan masyarakat diberbagai belahan dunia pun terancam,termasuk Indonesia.
Oleh :ADHITYA RAMADHAN
Pada abad ke 21 ini,kita menyaksikan munculnya penyakit menular yang baru(new emerging),penyakit lama yang sempat menurun kejadiannya,tetapi muncul kembali(reemerging),atau mungkin lahir penyakit yang resisten atau kebal terhadap obat.Penyakit itu antara lain human immunodeficiency virus (HIV),sindrom pernapasan akut parah(severe acute respiratory syndrome/SARS) tahun 2003 di Tiongkok,flu burung (H5NI) dan H7N9 dan flu babi (H1N1).Tahun ini dikejutkan dengan merebaknya kasus sindrom pernapasan Timur Tengah yang disebabkan virus korona (MERSCoV) dan kembali munculnya wabah ebola di Afrika.Sekitar 75 persen dari beragam penyakit itu bersumber dari binatang (zoonosis).
Beaneka ragam spesies hewan peliharaan ataupun hewan liar dapat menjadi reservoir pathogen,bisa berupa virus,bakteri ,ataupun parasite.Mayoritas penyakit menurlar itu muncul wilayah Asia dan Afrika.
Kepala penelitian zoonosisFlu burung Universitas Airlangga,Surabaya,yang juga anggota komisi nasional penyakit New Emerging dan Reemerging Kementrian Kesehatan,Chairul A Nidom,memaparkan,secara alamiah,makhluk hidup termasuk mikroorganise,akan terus berupaya mempertahankan hidupnya.Dalam konteks itu,taka da satupun makhluk hidup ingin mencelakakan pihak lain.
Akan tetapi,kenyataannya,tak semua makhluk hidup mampu mereplikasi dirinya secara mandiri.Ada sejumlah makhluk hidup yang memerlukan pihak lain sebagai tempat(host) untuk bisa mengembangkan diri.
Demikian juga patogen yang ada pada binatang.Ia bisa melompat dan berpindah pada manusia.Tubuh yang belum mengenali patogen itu tak bisa mempertahankan kekebalan tubuh.Akibatnya,banyak orang sakit,bahkan meninggal dunia.
Ia mencontohkan flu burung yang berasal dari unggas yang sakit akibat virus influenza A juga berdampak secara ekonomi pada sejumlah Negara.Sektor peternakan unggas terpukul akibat adanya kasus flu burung.
Antarmanusia
Penyakit pada manusia yang bersumber binatang bisa juga bertransmisi antarmanusia.Sumber penyakit bisa bermutasi dan menghasilkan varian baru penyakit.Ebola yang kini mewabah di Afrika menjadi contoh penyakit yang muncul kembali setelah lama hilang.
Ebola pertama muncul pada tahun 1976 di Nzara,Sudan,dan Yambuku,Kongo.Yambuku berlokasi didekat sungai Ebola.Itulah sebabnya penyakit ini dinamai ebola.Sejak kemunculannya hingga kini,angka kejadian ebola di Afrika berfluktuasi,kadang ratusan kasus,kadang hanya satu kejadian dalam setahun.
Dari lima jenis virus ebola,yakni Bundibogyo ebolavirus(BDBV),Zaire ebolavirus(EBOV),Reston ebolavirus(RESTV),Sudan ebolavirus(SUDV),Tai forest ebolavirus(TAFV),tiga diantaranya menyebabkan wabah dan merenggut ratusan nyawa di Afrika,yaitu BDBV,EBOV,dan SUDV.
Adapun RESTV pernah menimbulkan wabah pada monyet ekor panjang(Macaca fascicuslaris) di Filipina pada tahun 1980an dan 1990an.Sejak tahun 2008 RESTV juga ditemukan pada babi di Tiongkok,sejauh ini baru dua Negara Asia yang melaporkan ebola jenis RESTV.Virus ebola di Filipina dan Tiongkok tidak meninggalkan masalah kesehatan bagi manusia.
Sementara itu,contoh penyakit menular baru adalah MERSCoV adalah kelompok baru dari kelompok Betacoronavirus.Virus itu berbeda dengan virus korona yang menyebabkan penyakit SARS dan flu yang umum.
Kemunculan penyakit yang resisten terhadap obatpun patut diwaspadai.Dalam jurnal New England Journal Of Medicine akhir juli 2014,para peneliti menemukan Plasmodium Falciparum yang resisten artemisinin diwilayah barat Kamboja,Thailand,Vietnam dan Timur Myanmar.Diduga malaria resisten juga menyebar ke Utara Kamboja,wilayah Tengah Myanmar,dan selatan Laos.
Kepala Badan Penelitian dan Kesehatan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengatakan,malaria yang kebal terhadap obat artemisininbased combination therapy(ACT) bisa terjadi akibat salah dosis,kepatuhan minum obat yang buruk,ACT palsu,atau pengobatan tak memakai ACT,melainkan hanya satu jenis obat.Meski demikian,sejauh ini belum ada laporan malaria resisten di Indonesia.
Perubahan Lingkungan
Guru besar epidemologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Nasrim Kodim menyebutkan,desakan manusia terhadap hutan dan perdagangan yang marak menjadi contoh penyebab terjadi lompatan patogen dari satwa kemanusia.Interaksi dari manusia dengan satwa liar kian terbuka.
Alat transportasi canggih memungkinkan manusia berpindah dari satu Negara ke Negara lain dengan cepat,bahkan lebih cepat dari masa inkubasi penyakit.Akibatnya,penyebaran penyakit lintas Negara kini bisa berlangsung singkat.
Indonesia yang berada didaerah tropis beresiko tinggi terhadap ancaman penyakit.Iklimnya sangat cocok untuk berkembanbiak penyakit,kata Nasrin.Sanitasi yang buruk dan peternakan intensif memicu kemunculan penyakit zoonosis.
Menurut Nidom,pengobatan canggih memungkinkan sumber penyakit bermutasi dalam tubuh.Penyakit itu akan beradaptasi dalam tubuh sehingga memunculkan varian penyakit baru.Karena itu,varianvarian penyakit menular,terutama bersumber binatang ,masih akan menjadi ancaman serius kesehatan masyarakat global.
Kemampuan Riset
Terkait hal itu,Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof Amin Soebandrio mengatakan,Indonesia memiliki sumber daya peneliti yang kompeten.Contohnya,Eijkman memiliki peneliti yang amat kompeten dalam riset dasar.Selama ini,mereka terlibat dalam riset vaksin dan penyakit menular,seperti flu burung.
Bahkan lembaga riset tersebeut tlah memiliki peta genom malaria di Indonesia.Hal itu akan bermanfaat bagi deteksi dan pengambilan kebijakan pengendalian penyakit menular yang baru ataupun kembali muncul.
Ditengah ancaman penyakit menular yang bisa mewabah,hal terpenting adalah kemampuan mendeteksi,dan melihat teren epidemologi penyakit.
Sumber :Kompas,kamis,14 Agustus 2014.
Tagged :